Tiga orang pendaki tersesat di sebuah hutan pegunungan. Salah satu diantara mereka mengalami patah kaki dan hipotermia (kehilangan panas tubuh) setelah terperosok ke jurang. Dua orang saling bertikai.
”Kita gendong saja kawan kita ini. Kita tidak punya alat untuk memuat tandu.” Seorang pendaki yang berbadan memulai usulan.
”Bagaimana mungkin kita bergantian menggendongnya, sementara cuaca begitu dingin. Kita sudah 8 jam tidak makan dan semua perbekalan kita jatuh ke jurang. Jangankan menggendong dia, membuka resleting jaketku saja aku tidak sanggup. Brrrrr.” Sambil Pendaki lain yang berbadan tinggi ini merespon usulan kawannya. Lalu pendaki berbadan tinggi mulai tidak sabar. Badannya mulai menggigil. Dia melanjutkan pembiacaraannya.
”Sudahlah, kita tinggal dia disini sementara, kita kan tahu tanda-tanda tempat ini. Kita bisa segera mencari pertolongan, lalu kita tunjukkan pada regu penolong lokasi ini. Kalau kita gendong dia, hanya akan memperlambat perjalanan kita. Sudah letakkan saja dia dulu disini, dibawah pohon besar itu.”
”Tidak”, dengan cepat, Pendaki berbadan merespon alasan pendaki berbadan tinggi.
”Aku takkan pernah meninggalkan dia. Kita merencanakan, menjalani dan menikmati perjalanan ini bersama. Dia juga dalam kesulitan. Maka kita tetap harus bersama apapun yang terjadi.”
Pendaki berbadan tinggi mulai tidak sabar.
” Oke....silahkan gendong dia, aku akan berjalan sendiri. Kita berpacu dengan waktu. Aku duluan kawan. Akan kususul kalian bila aku menemukan bantuan”
Sekejap pendaki berbadan tinggi melesat dilereng berbatu yang sangat dingin dan tiupan angin yang kencang.
Dengan hati-hati, pendaki berbadan sedang menggendong kawannya. Udara yang sangat dingin membuat kakinya gemetar dan giginya saling beradu. Satu kilometer dia berjalan menurun dari puncak. Dia merasakan ada sesuatu yang hangat mengalir ke seluruh badannya. Dia mulai bisa melawan dingin. Dua kilometer dia berjalan. Sesuatu bergerak dipunggungnya. Kawan yang digendongnya bergerak-gerak dan memancarkan hangat ke badannya.
”Kawan....badanmu hangat. Syukurlah...!” Mata pendaki berbadan sedang berbinar-binar. Kini dia tidak merasakan dinginnya udara. Digendongnya terus kawannya itu.
Tibalah di sebuah jalan setapak yang agak lebar. Dia kaget melihat sesosok tubuh yang sangat dia kenal. Oh, ternyata pendaki berbadan tinggi terlentang tak bergerak. oleh Pendaki berbadan sedang mencoba memeriksa sekujur badannya. Badannya sangat dingin, kaku dan wajahnya kebiruan. Tak ada detak dari jantung pendaki berbadan tinggi ini. Ya, dia mati. Dia mati kedinginan.
Saling bekerja sama akan melahrkan energi yang bermanfat satu sama lain. Bahkan dari seorang yang kita anggap memiliki potensi lemah, dia akan tetap memancarkan energi bila kita bekerja sama dan saling menolong. Sedangkan menyendiri dan egois meski dengan potensi besar tidak akan memberikan energi pada siapapun bahkan untuk dirinya sendiri.
Bila kita sadari, lahirnya kita adalah hasil kerjasa sama tim yang solid dan bersemangat. Tanpa kerja sama Ibu dan Ayah, kita tidak terlahir. Begitu juga kesuksesan kita yang lain, semuanya lahir dari tim atau peran orang lain.
Title : KITA BERAWAL DARI SEBUAH TIM
Description : Tiga orang pendaki tersesat di sebuah hutan pegunungan. Salah satu diantara mereka mengalami patah kaki dan hipotermia (kehilangan panas tub...